Rabu, 16 Januari 2013

Demam Game Online

“Permainan Game Online, seperti Point Blank, Poker dan lainnya begitu menyihir anak-anak bahkan dewasa, hingga mereka menjadi malas belajar dan sekolah”

Permainan Game Online di warung internet (warnet) sekarang begitu digandrungi, baik anak-anak, remaja hingga dewasa, bahkan mereka bisa tahan bermain hingga 5 jam. Tak ayal, sejumlah orang tua yang anaknya masih duduk di bangku sekolah merasa gerah, risau dan gelisah melihat hal tersebut.

Seperti Siti Solihah (35), ibu rumah tangga di Kelurahan Karangmekar RT06/08, mengeluh karena anaknya yang masih duduk dibangku kelas III SD jarang belajar bahkan susah berangkat ke sekolah jika tengah masih main game.
“Anak saya jika pulang sekolah langsung pergi ke warnet bersama teman-temannya, bahkan sampai lupa makan. Saya sering menghukumnya dengan dijewer, tapi tetap main game lagi dan tidak kapok,” ujar Siti, Selasa (21/6).
Hal serupa dialami oleh Jubaedah (45), wanita yang tinggal di Gg. Asem Kel.  Karangmekar Kec. Cimahi Tengah. Ia mengeluh karena anaknya absen selama 3 hari dari sekolah, karena ‘nyangkut’ di warnet.
“Anak saya itu dari rumah sih berangkat sekolah, lengkap dengan seragam, tas, buku serta uang jajan. Saya merasa syok ketika saya medapat surat panggilan dari Kepala Sekolah, karena dia tidak sekolah selama 3 hari tanpa alasan,” aku Jubaedah.
Jubaedah mengungkapkan, setelah itu ia langsung menegur anaknya dan menghukum dengan tidak memberikan uang jajan dan membekali makanan dari rumah saja. Ia mendapat laporan dari teman anaknya, bahwa selama tidak sekolah anaknya bermain di warnet hingga 5 jam.
Menurut Yoga (22), penjaga warnet Yopaz di Gg. Asem Kel. Karangmekar, dirinya tidak mengetahui hal tersebut, padahal di warnetnya sudah ditulis “bagi anak sekolah dilarang main pada jam sekolah”.
“Saya tidak tahu hal tersebut, karena sudah diingatkan bagi anak sekolah dilarang maen game pada waktu sekolah. Tetapi kebanyakan mereka beralasan, belum masuk sekolah, sudah pulang hingga ada yang mengatakan libur karena guru rapat,” kilah Yoga.
Namun, Yoga membenarkan bahwa anak-anak sekolah banyak yang bermain game di warnetnya dan kebanyakan dari mereka bermain secara dipaketkan hinga paket 5 jam.
“Di warnet saya main selama 1 jam Rp 3000, sedangkan jika dipaketkan, misalnya paket 5 jam akan mendapatkan diskon, hanya cukup dengan uang 10.000 bisa bermain selama 5 jam,” jelasnya.
Berdasarkan pantauan, saat meninjau lokasi mayoritas mereka yang bermain game anak-anak berusia 8-12 tahun, atau masih duduk di bangku SD. Bahkan, ada diantara mereka yang sembunyi-sembunyi merokok dan meminum kopi, dengan mengenakan baju putih dan celana merah (seragam SD).
Menurut pakar pendidikan Prof.Dr. Afif Muhammad, MA, saat dikonfirmasi menjelaskan bahwa bangsa kita serba tidak siap dalam menghadapi zaman, termasuk zaman teknologi modern saat ini.
“Bangsa kita tidak siap menerima kemajuan teknologi yang begitu pesat. Seharusnya orang tua yang mengajarkan anak-anaknya bagaimana menggunakan internet dan dunia maya. Karena jika tidak diajarkan dengan baik maka akan terjadi hal seperti tadi, bahkan mungkin bisa lebih fatal. Sebab, di dunia maya situs-situs apapun masih bisa dibuka tanpa ada pembatasan. Termasuk situs porno yang sangat berbahaya bagi anak-anak,” tutur Afif.
Afif tidak melarang penggunaan internet, tetapi alangkah baiknya jika digunakan untuk bahan pelajaran. Seperti membuka Google, tinggal klik dan enter pelajaran matematika, maka semua pelajaran matematika akan ada muncul dalam berbagai versi.
“Apapun bisa di klik di Go0gle, bahkan belajar di situ selama 3 jam, sama dengan 5 bulan belajar di sekolah. Teknologi semakin canggih, untuk itu diharapkan kepada para orang tua siswa agar mengajari anaknya menggunakan internet dengan baik dan selalu dibimbing serta diperhatikan,” pungkasnya.


Sumber  :http://regional.kompasiana.com/2011/06/21/demam-game-online-bikin-siswa-malas-sekolah-dan-belajar-375042.html

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

             Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB).
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".


Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
  • 'tj' menjadi 'c' : tjutji → cuci
  • 'dj' menjadi 'j' : djarak → jarak
  • 'j' menjadi 'y' : sajang → sayang
  • 'nj' menjadi 'ny' : njamuk → nyamuk
  • 'sj' menjadi 'sy' : sjarat → syarat
  • 'ch' menjadi 'kh' : achir → akhir
  • awalan 'di-' dan kata depan 'di' dibedakan penulisannya. Kata depan 'di' pada contoh "di rumah", "di sawah", penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara 'di-' pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan Republik. Jadi sebelum EYD, "oe" sudah tidak digunakan.
Untuk penjelasan lanjutan tentang penulisan tanda baca, dapat dilihat pada Penulisan tanda baca sesuai EYD



Sumber :http://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan_Yang_Disempurnakan